Dikenal dengan aneka keberagaman budayanya, Indonesia harus bisa melestarikan budaya tersebut pada anak cucu nanti. Melakukan perawatan sekaligus menjaga peninggalan rumah adat dari Provinsi Sulawesi Tengah, menjadi langkah mudah untuk melestarikannya. Pada umumya, rumah adat tidak hanya digunakan sebagai hunian semata. Namun rumah tradisional tersebut, digunakan untuk pelaksanaan acara adat. Sebelum berbicara lebih jauh, simak ulasan berikut.
Jenis Rumah Adat Dari Provinsi Sulawesi Tengah
1. Rumah Adat Souraja
Proses pembuatan urmah adat satu ini, memadukan antara arsitektur bergaya bugis. Yang membuatnya semakin menarik, terdapat setidaknya 36 buah tiang penyangga dalam bangunan tradisional tersebut. Sejumlah tiang tersebut telah tersebar merata di bagian induk hunian seperti bagian dapur, teras, ataupun pada bagian induknya. Tersebar dengan sempurna, membuat bangunan satu ini terlihat kokoh dan tidak mudah goyah.
Material yang dipilih dalam pembuatannya, berasal dari bahan yang diambil dari alam langsung. Pada umumnya, masyarakat menggunakan kayu ulin ataupun menggunakan kayu kapas, sebagai material bangunannnya. Material tersebut, dianggap memiliki daya tahan kuat untuk membuat hunian menjadi aman dan nyaman. Namun seiring berjalannya waktu, rumah adat ini menggunakan material berbeda.
Bahan bangunan yang kini dipilih masyarakat untuk membangun rumah tradisional ini, terbuat dari kayu besi. Material tersebut terpilih, lantaran dianggap memiliki daya tahan lebih kuat dan kokoh daripada material sebelumnya. Masyarakat sekitar masih berpegang teguh, untuk menggunakan kayu keras dalam pembangunannya. Walaupun penggunaan kayu keras tersebut, akan mempersulit pengaplikasikan dalam pembuatan rumah adat.
Ketika memasuki rumah adat tersebut, tamu akan dibuat takjub dengan dekorasinya. Sebab anda bisa melihat berbagai kaligrafi Arab, ketika memandang bagian pintu dan jendela rumah. Tidak hanya dekorasi kaligrafi saja, namun ada pula ukiran pompeninie. Ukiran tersebut bisa ditemukan di bagian dinding, pinggiran cucuran atap, bangko bangko hunian, maupun di loteng hunian.
Selain adanya ukiran indah tersebut, beberapa rumah adat Souraja menggunakan motif bunga bunga ataupun dedaunan. Tidak dibuat sembarang, motif tersebut memiliki arti di balik pembuatannya. Motif tersebut memiliki filosofi yang melambangkan kemuliaan, keramah tamahan, kesuburan, serta kesejahteraan. Hanya saja, rumah adat satu ini hanya dihuni oleh kalangan bangsawan beserta para keturunannya.
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat hunian pribadi dengan keluarga tersayang, rumah adat ini biasanya digunakan sebagai tempat berjalannya proses pemerintahan. Kondisi ini terjadi, lantaran penghuninya merupakan orang terpandang oleh masyarakat sekitar. Oleh karenanya, proses pembangunan rumah tradisional satu ini membutuhkan waktu yang sangat panjang. Sebab bangunan satu ini, tidak bisa dibuat sembarangan layaknya hunian biasanya.
Dalam proses pembangunannya, masyarakat sekitar diwajibkan unutk mencari pepohonan yang bisa dimanfaatkan kayunya. Dianjurkan untuk mencari pohon dengan daya kuat, agar bangunan berdiri kokoh dan awet hingga beberapa waktu berlalu. Mendapatkan pohon sesuai dengan kriteria yang diinginkan, kemudian masyarakat pun tidak boleh langsung menebangnya.
Masyarakat biasanya akan berdoa terlebih dahulu, agar terhindar dari bahaya yang mungkin saja menimpanya. Usai memanjatkan doa, barulah masyarakat berbondong menebang pohon tersebut menjadi beberapa bagian. Setelah material terkumpul, kini saatnya masyarakat menjadi lokasi terbaik untuk membangun rumah adat tersebut. Tidak boleh sembarang orang, proses pencarian lokasi hanya dilakukan oleh orang suci.
2. Rumah Adat Tambi
Bagi masyarakat sekitar, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum membangun rumah adat Tambi. Syarat yang harus diikuti, yaitu rumah harus menghadap ke arah utara ataupun menghadap selatan. Peryaratan tersebut dibuat, untuk kebaikan penghuni rumah tersebut. Dengan menghadap ke salah satu arah tersebut, rumah tidak akan menghadap ke matahari terbit maupun matahari tenggelam.
Jika dilihat sekilas, anda bisa membayangkan rumah satu ini mirip dengan jamur. Sebab bagian atapnya berbentuk prisma, yang terbuat dari ijuk maupun daun rumbia. Untuk ukurannya sendiri, rumah adat ini memiliki ukuran yang cukup luas. Dengan luas yang diberikan, membuat penghuninya lebih leluasa dalam beraktifitas. Jenis hunian satu ini mudah ditemukan di Sulawesi Tengah, lantaran dihuni oleh masyarakat biasa.
Rumah tradisional ini, berbentuk seperti rumah panggung dengan tiang untuk menyangganya. Dengan adanya tiang tersebut, rumah dapat berdiri tegak dan kokoh diterpa berbagai cuaca. Semakin unik untuk dikunjungi, lantaran rumah tradisional ini hanya memiliki tinggi kurang dari 1 meter saja. Atapnya saja, hampir menutupi seluruh bagian rumah tradisional tersebut.
Bentuk atapnya berfungsi untuk melindungi penghuninya, dari cuaca dingin sekaligus panas. Selain sebagai pelindung hunian, atap berbentuk prisma tersebut seakan menggantikan dinding hunian. Ketika memasuki rumah tersebut, anda bisa melihat berbagai hiasan berupa pahatan dengan motif khas dari suku Kaili. Motif tersebut disebut ukiran pebula atau kepala kerbau, yang dijadikan sebagai simbol kekayaan oleh masyarakatnya.
Tidak hanya ukiran kerbau saja, anda bisa melihat berbagai ukiran lainnya yang terlihat unik. Mulai dari ukiran ayam dan babi, yang dianggap memiliki makna sebagai kesuburan dan kesejahteraan. Untuk membedakan rumah yang ditinggali oleh ketua adat dan masyarakat biasa, dapat dilihat dari jumlah anak tangga yang dimilki hunian tersebut. Jumlah anak tangga genap, menjadi tanda bawa hunian tersebut ditinggali oleh ketua adat.
Jenis rumah satu ini, menjadi rumah yang memiliki ruangan yang bersekat sekat. Pemisah yang membentuk ruangan tersebut, biasa disebut aspari atau para para oleh masyarakat sekitar. Ternyata pemasangan sekat tersebut, memiliki fungsi yang cukup banyak. Mulai dari tempat penyimpanan berbagai barang pustaka, penyimpanan barang berharga , hingga ruangan sebagai tempat tidur.
Jika dilihat dari fungsinya, rumah tradisional ini memiliki fungsi yang cukup beragam. Karena banyaknya fungsi yang ditawarkan, masyarakat membaginya menjadi 2 jenis kategori. Masyarakat memberikan nama Buho dan Pointua, pada kedua jenis rumah adat Tambi tersebut. Buho menjadi rumah adat, yang memiliki 2 tingkatan lantai.
Kedua lantai tersebut memiliki fungsi berbeda. Pada lantai pertama hunian, biasa digunakan untuk menjamu tamu yang berkunjung. Sedangkan pada lantai keduanya, biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil panen kebunnya. Sehigga pada lantai keduanya, bisa dikatakan sebagai tempat penyimpanan pakan ke depannya.
Berbeda dengan Buho, Pointua hanya terdiri dari satu lantai saja. Pada umumnya, masyarakat sekitar akan menggunakannya sebagai tempat untuk menumbuk padi. Rumah adat satu ini, ternyata memilki nama lain, yaitu lesung ataupun iso. Di dalam rumah tersebut, terdapat sebuah lesung yang memiliki ukuran memanjang. Namun ada pula lesung berbentuk bulat, yang biasa dikenal dengan nama iso busa.
Status sosial seseorang yang tinggal di provinsi Sulawesi Tengah, bisa dilihat dari hunian yang ditempatinya. Sebab terdapat 2 jenis rumah, yang biasanya dibuat khusus untuk membedakannya. Apabila rumah adat satunya untuk kalangan bangsawan, maka rumah adat satunya ditempati oleh masyarakat biasa. Walaupun ditempati oleh kalangan yang berbeda status sosialnya, namun kedua hunian tersebut memiliki nilai dan fungsi sama.