Harga Tiket: Gratis, Jam Operasional: 24 Jam, Alamat: Jl. Andi Djemma No.88, Batupasi, Kec. Wara Utara, Kota Palopo, Sulawesi Selatan; Map: Cek Lokasi |
Sebagai negara dengan kebudayaan yang beragam, tidak heran bila terdapat ratusan peninggalan bersejarah yang harus dilestarikan. Salah satunya warisan budaya tersebut bernama masjid Jami’, yang ternyata masih bagian dari peninggalan Kerajaan Luwu, Palopo. Uniknya, masjid kuno tersebut hingga kini masih berdiri kokoh dan dapat berfungsi dengan baik. Agar tidak penasaran, berikut sederet fakta dan keunikannya.
Fakta Unik dari Masjid Peninggalan Kerajaan Lawu
Masjid bersejarah ini telah ada sejak tahun 1604 M pada masa pemerintahan Raja Luwu XVI bernama Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe. Dimana bangunan dibangun di atas tanah dengan luas mencapai kurang lebih 15 meter persegi, ternyata tidak asal dibangun dan difungsikan sebagai tempat beribadah bagi umat muslim. Ada cerita dibalik pembangunannya, yang tentu saja menarik untuk dikupas.
Alasan pembangunan masjidnya sendiri sudah cukup unik, lantaran sang raja saat itu sedang memindahkan ibukota kerajaan ke dekat daerah pantai. Pemindahan ibukotanya sendiri dilakukan agar aktifitas perekononian lebih mudah dilakukan, sekaligus adanya kepentingan dakwah Islam. Bisa dikatakan bila pengaruh agama Islam cukup kuat pada kerajaan Luwu, yang bisa dilihat dari desain istananya sendiri yang berdekatan dengan masjid.
Bukan hanya istana maupun masjidnya saja, tak tanggung tanggung raja juga mewariskan lapangan luas atau alun alun dengan arsitektur dari pengaruh Islam. Jika diperhatikan dengan seksama, bagian desain kompleks Kerajaan ini memang sangat serupa dengan desain kompleks khas kerajaan yang ada di Jawa. Pada awalnya masjid ini diberi nama Palopo, dan seiring berjalannya waktu kota Ware pun berganti nama menjadi kota Palopo hingga saat ini.
Berdasarkan dari nama “Jami’” sendiri sudah memiliki dua arti yang berbeda, yang menandakan bila masjid ini memiliki filosofinya sendiri. Arti nama yang pertama yaitu sebuah makanan yang terbuat dari nasi ketan dan air gula, sedangkan arti yang kedua berarti memasukkan pasak ke dalam sebuah lubang pada tiang bangunan.
Keunikan Masjid Jami’ Tua Palopo
Masjid bersejarah ini memiliki detail ukuran 11,9 x 11,9 meter dengan tinggi mencapai 3.64 meter. Sedangkan dindingnya yang terbuat dari batu cadas dan material perekat putih telur ini memiliki ketebalan sekitar 0.94 meter. Jika memperhatikannya lebih jeli, anda mungkin menyadari bila masjid berumur ini memilki beberapa unsur yang mempengaruhinya. Unsur tersebut terdiri dari Jawa, Bugis, Islam, dan Hindu.
Meski memiliki beberapa unsur dalam satu bangunan, nampaknya gaya Bugis tampak dominan daripada unsur lainnya. Hal tersebut terlihat dari struktur bangunan masjid yang tampak tersusun tiga dan diterapkan pada bagian atap, dan ditemukan tiga susun lainnya yang berada di bagian tiang penyangga bangunan. Tiga susun yang berada di tiang tersebut terdiri dari soddu, tiang pusat, dan juga umpak.
Belum cukup sampai disana, lantaran bagian dinding masjid pun terdiri dari tiga susunan dengan bentuk pelipit atau gerigi. Jika anda menyadarinya, bagian tiang bangunannya pun diberikan tiga susunan warna berbeda ( warna cokelat, putih dan hijau ). Sedangkan gaya khas Jawa dapat ditemukan pada bentuk atanya yang mengingatkan kita akan rumah adat Joglo, dimana bagian atapnya berbentuk limas bersusun tiga dan dilengkapi dengan tajug.
Di tempat ini pula, pengunjung bisa menemukan sokuguru atau tiang penyangga atap berjumlah 4 buah. Lalu di bagian puncak masjid, terdapat sebuah hiasan keramik biru yang ternyata berasal dari China. Apabila diperhatikan kembali, mungkin pengunjung menyadari bila bentuk masjid ini terasa kotak dengan penambahan unsir dari gaya Hindu. Sedangkan unsur Islamnya dapat ditemukan pada bentuk jendelanya yang khas.
Masjid bersejarah ini memang tidak dibangun dengan sembarangan dan tanpa perencanaan, pasalnya semua hal yang ada disana memiliki makna dan filosofinya sendiri. Contohnya saja terletak pada 5 tiang penyangga yang berada di dalam masjid. Bukan tanpa alasan, sebab kelima tiang tersebut melambangkan rukun Islam. Bahkan masjid ini memiliki 20 jendela berukuran besar, yang memiliki makna sebagai 20 sifat baik Allah SWT.
Bangunan ini juga dihiasi dengan 12 jendel berukuran kecil yang berada di bagian barat masjid. Pemberian jendela tersebut juga bukan tanpa alasan, melainkan mengingatkan akan jumlah bulan dalam setahun. Sedikit bergeser ke bagian timur masjid, pengunjung bisa menemukan sebuah pintu utama. Keberadaan pintu yang berada di arah timur, ternyata melambangkan sebagai keesaan Allah SWT.
Sejak masjid ini didirikan, tidak ada perubahan fisik yang telalu mencolok terlihat, yang menandaan bila struktur bangunannya tetap kokoh dan tidak dimakan usia. Meski berdiri kokoh hingga saat ini, bukan berarti bangunan ini tidak pernah direnovasi. Bagian yang pernah mengalami renovasi adalah mimbar masjid, lantaran sudah termakan oleh rayap dan sudah rapuh. Apabila tidak dilakukan renovasi segera mungkin, ditakutkan justru membahayakan pengunjung.
Walaupun sudah bukan dari bahan aslinya, mimbar masjid kini lebih kokoh dan aman untuk dipijak daripada sebelumnya. Tentu saja hal ini telah dilakukan dengan pertimbangan matang, tanpa menghilangkan unsur bersejarahnya. Hal yang tidak berubah dari mimbar masjidnya yaitu adanya anak tangga yang ternyata hingga kini tetap dipertahankan. Dengan beigtu, bentuknya masih serupa dengan awal pembangunan masjid.
Antusias Masyarakat Mengunjungi Masjid Bersejarah
Umur bangunan boleh saja menua, namun fungsinya masih sama seperti baru dibangun. Masih banyak jamaah yang berbondong bondong datang ke masjid dengan berbagai macam alasan tersendiri. Ada yang memang ingin sekedar berdoa di tempat bersejarah, ada pula yang memang ingin menunaikan ibadah wajib, dan tak jarang ditemukan beberapa orang tengah mengaji dengan khusyuk.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bangunan ini memang benar benar dibuat dari putih telur sebagai perekatnya. Ide tersebut ternyata pertama kali dicetuskan oleh sang arsitek bernama Kung Mante, yang ternyata berasal dari negeri China. Sejak memasuki bangunan tua ini, pengunjung mungkin menyadari bila udara di sekitarnya terasa sejuk nan menyegarkan. Ternyata hal tersebut didapatkan dari ketebalan dindingnya, sehingga banyak yang betah berlama lama.
Ketika berkunjung pada bulan suci Ramadhan, pengunjung bisa melihat pemandangan yang mengesankan. Pasalnya banyak masyarakat dari berbagai daerah tampak datang silih berhanti untuk beribadah ataupun ikut melaksakann sholat tarawih bersama sama. Hanya saja, ukuran masjid ini terlalu kecil untuk bisa menampung banyaknya jamaah yang hadir. Sehingga tak sering pula terlihat jamaah mengikuti sholat tarawih di bagian luar masjid.
Banyaknya jumlah pengunjungnya, mungkin anda salah satu orang yang berkesempatan melihat pemandangan menakjubkan tersebut. Tak tanggung tanggung, sejumlah jamaah bahkan terlihat tengah sholat dengan khuyuk meski berada di tepian jalan raya. Tentu saja pemandangan tersebut membuat hati penuh haru sekaligus takjub dengan segala keunikannya.
Bosan dengan wisata kuliner ataupun wisata alam, tidak ada salahnya mengunjungi berbagai wisata sejarah seperti masjid Jami’ yang ada di kota Palopo, Sulawesi Selatan. Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, sudah selayaknya bangunan bersejarah ini ikut dijaga dan dilestarikan. Oleh karenanya, pengunjung diharapkan dapat menjaga sikap dan tidak membuang sampah sembarangan ketika berada di kawasan wisata sejarah ini.