Kota Manado menyuguhkan beragam destinasi wisata yang menarik dikunjungi, salah satunya Kampung Cina. Menjadi wisata bersejarah favorit di Tanah Minahasa, kawasan ini menawarkan suasana yang berbeda saat dijelajahi.
Harga Tiket: Gratis, Jam Operasional: 24 Jam, Alamat: Jl. D. I. Panjaitan No.48-6, Calaca, Kec. Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara; Map: Cek Lokasi |
Menjadi ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, Manado memang terkenal akan destinasi wisata yang sangat melimpah. Bahkan terdapat banyak sekali wisatawan yang berasal dari luar pulau berdatangan ke Kota Manado untuk menghabiskan masa liburannya. Misalnya saja Kampung Cina Manado yang merupakan salah satu destinasi wisata yang masih kental akan budayanya.
Mengenal Lebih Dekat dengan Kampung Cina Manado

Siapa sih yang tidak mengenal Kampung Cina ? Sebagaimana yang diketahui bahwa daerah ini merupakan suatu kawasan yang mayoritas penghuninya adalah masyarakat Tionghoa. Adanya Kampung Cina di Indonesia disebabkan terjadinya peristiwa pembunuhan dan pembantaian terhadap berbagai orang Tionghoa atau Chinezenmoord di Batavia tahun 1740.
Peristiwa tersebut terjadi pada masa Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier. Saat tersebut pula dianggap sebagai awal mula terbentuknya kawasan khusus bagi orang orang Tionghoa di Nusantara. Wijkenstelsel merupakan sebuah kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda bagi orang Tionghoa pasca peristiwa tersebut.
Kebijakan tersebut memerintahkan bagi semua orang Tionghoa agar menempati sebuah pemukiman di tempat yang telah ditentukan oleh pemerintahan atau Ghetto. Hal tersebut memiliki tujuan agar mereka mudah diawasi pergerakannya oleh pemerintah. Ghetto atau tempat pemukiman tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi Kampung Cina.
Kampung tersebut dipimpin oleh seorang lurah yang dikenal dengan sebutan Wijkmeester (Loh tia) atau hukum tua (khusus Sulawesi Utara). Imigran atau seorang perantau Tionghoa asal Tiongkok, Cina memiliki sebutan yaitu Huaqiao (Hoa Kiau). Namun pada masa Wang Gungwu tahun 1985 mengelompokkan beberapa perantau asal Tiongkok menjadi empat bagian.
Bagian pertama yaitu Huashang atau pedagang Tionghoa, yang merupakan sebuah kelompok penting dalam sejarah migrasi para imigran Tiongkok. Sebab sebagian besar imigran tersebut berasal dari sub etnis Hokkian dan Hakka. Kemudian kedua, Huagong atau para pekerja, buruh, petani tanpa tanah, pengangguran, serta pekerja miskin yang berada di perkotaan Tiongkok.
Kelompok ketiga disebut dengan Huaqiao yang merupakan para imigran yang datang dengan kesadaran meninggalkan Tiongkok dengan tujuan untuk mengubah nasibnya. Sementara untuk kelompok yang terakhir disebut dengan nama Huayi, yang merupakan julukan bagi keturunan Tionghoa yang telah menetap lama dan melahirkan keturunan atau generasi kesekian di Nusantara.
Sementara hubungan antara perantau Tionghoa dengan masyarakat di Manado, Sulawesi Utara dimulai saat bangsa Eropa datang ke tanah Minahasa dengan membawa para pekerja orang Tionghoa. Pada tahun 1523, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Simao d’abreu telah tiba di tanah Minahasa ini. Adapun bangsa Spanyol Tasikela (Kastela) menginjakkan kakinya di tahun 1530.
Dalam catatan sejarah, pemukiman orang Tionghoa yang berada di Kota Manado, Sulawesi Utara ini berawal pada tahun 1607. Pada saat itu Gubernur Maluku Admiral Matelief de Jong mengirim sebuah Jung Cina untuk membeli beras di tanah Minahasa ini. Pada waktu itu pula di Tiongkok, Cina kerajaan yang berkuasa yaitu Dinasti Ming.
Kemudian di tahun 1608, sebuah Kapal Belanda yang dipimpin oleh Jan Lodewijkks Rossinggeyn mendarat di Manado dan mendirikan Loji tempat mengumpulkan hasil bumi. Kemudian Loji yang didirikan tersebut diberikan nama “Loji Manado”, yang dipercaya sebagai asal kota Manandou serta digunakan sebagai tempat membuat garam bagi sub etnis Tombulu Minahasa.
Beberapa waktu kemudian, pemerintah Hindia Belanda membuat benteng kayu di tanah Minahasa dan diberikan nama Nederlanche Vasticheijt. Di tahun 1673, benteng kayu tersebut direnovasi dan diganti menjadi benteng yang terbuat dari beton. Benteng tersebut kemudian diberi nama Fort Amsterdam. Proses renovasi tersebut selesai pada tahun 1703, yang dipimpin oleh Henry Duchiels.
Di area belakang benteng Fort Amsterdam ini, mulai dibangun Ghetto (Loh Tia) atau sebuah kawasan pemukiman orang Tionghoa di Manado yang sering disebut dengan istilah Kampung Cina. Agar tetap tertib dan aman, diangkatlah seorang Wijkmeester atau seorang lurah. Uniknya terdapat pemimpin yang dianggap lebih tinggi daripada lurah yaitu Luitenant dan Kapitein der Chinezen.
Kampung Cina tersebut dibangun berdasarkan kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang bertujuan untuk melakukan penataan pemukiman berdasarkan asal usul etnis. Lokasi pemukiman tersebut dibagi dalam bentuk letter, sementara untuk Kampung Cina ditempatkan di letter G oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Daya Tarik yang Disuguhkan Kampung Cina di Manado

Karena terkenal sebagai salah satu kawasan bersejarah di Provinsi Sulawesi Utara, Kampung Cina Manado ini memang menyuguhkan beragam destinasi wisata yang patut untuk dikunjungi. Para pengunjung yang berasal dari dalam maupun luar daerah bisa menikmati suasana Kampung ini dengan segala sisa sejarahnya yang masih berdiri kokoh.
Di destinasi wisata ini pula terdapat berbagai bangunan kuno serta bangunan klenteng yang memiliki gaya arsitektur khas Tionghoa, mulai dari bentuk atap, warna, serta ukurannya. Tak hanya itu saja, Kampung Cina di Manado juga dikenal sebagai salah satu pusat perniagaan yang masih ada hingga saat ini. Sehingga para wisatawan bisa menyaksikan secara langsung kegiatan yang terdapat di kawasan ini.
Saat perayaan Cap Go Meh atau Imlek datang, Kawasan Cina ini akan ramai akan pengunjung baik dari domestik maupun mancanegara. Mereka berdatangan dengan tujuan untuk melihat kemeriahan yang ada disini. Karena masyarakat setempat yang berada di Kampung Cina akan mengadakan suatu perayaan khasnya.
Tak hanya itu saja, Kampung Cina Manado pula terkenal dengan aliran bela diri yang telah menjadi identitasnya. Meski saat ini aliran bela diri tersebut sudah hampir punah, namun identitas tersebut tidak akan pernah hilang dari kawasan ini. Pada zaman dulu terdapat beragam perguruan bela diri yang lahir dari kawasan ini, misalnya saja Perguruan Naga Hijau, Garuda Putih, dan sebagainya.
Beragam Bangunan Unik di Kampung Cina

Rasanya tidak lengkap jika kawasan Kampung Cina tidak dilengkapi dengan beragam bangunan kunonya yang khas. Bangunan kuno yang memiliki gaya arsitektur khas Tionghoa tersebut biasanya disebut dengan bangunan klenteng. Pada kawasan unik di Manado ini terdapat dua klenteng yang masih berdiri kokoh, yaitu Klenteng Ban Hing Jiong dan Kwang Kong.
Klenteng Ban Hing Jiong merupakan bangunan klenteng tertua yang ada di Manado, karena dibangun pada tahun 1819. Dulu bangunan klenteng ini hanya dibuat dari bahan yang sederhana, seperti bambu dan papan kayu. Namun pada tahun 1935, klenteng ini mulai dikelola dengan baik dan lebih terorganisir.
Hal tersebut disebabkan adanya sebuah organisasi yang bernama Sam Khaw Hwee. Pendirian organisasi tersebut digagas oleh Que Boen Tjen dan Yo Sioe Sien. Nama bangunan klenteng ini sendiri memiliki arti yaitu Ban yang berarti banyak, Hin atau Hin yang berarti berkat atau kebaikan yang melimpah, serta Kiong atau Jiong yang berarti istana.
Sejak pertama kali dibangun, klenteng tertua di Manado ini telah melewati beberapa kali renovasi bangunan baik berupa penambahan lantai atau penambangan bangunan. Kemudian untuk Klenteng Kwang Kong sendiri dibangun pada sekitar tahun 1967. Pembangunan klenteng ini digagas oleh seorang etnis Tionghoa yaitu Soei Swie Ho atau yang dikenal dengan nama Ko Hoce.
Sama halnya dengan Klenteng Ban Hing Jiong, Klenteng Kwang Kong juga dulunya dibangun sangat sederhana. Namun saat ini bangunan klenteng yang berada di kawasan Kampung Cina Manado ini memiliki tampilan yang begitu megah dan menawan. Nama bangunan klenteng ini sendiri diambil dari seorang pahlawan dari Tionghoa yang bernama Kwang Kong.
Kini Klenteng Kwang Kong yang berada di Kampung Cina Manado ini dikelola oleh Yayasan Setia Jujur. Setiap kali ada acara seperti Imlek atau Cap Go Me, pengelola Klenteng Kwang Kong selalu mengadakan perayaan secara besar besaran. Karena perayaan tersebutlah membuat banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikannya secara langsung.
Seiring berkembangnya Kota Manado, sehingga menyebabkan Kampung Cina ini menjelma sebagai pusat perdagangan. Meski telah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu, kampung unik ini tetap eksis dengan menyuguhkan beragam daya tariknya. Hal tersebutlah yang membuat kawasan wisata bersejarah ini tidak pernah sepi akan pengunjungnya.
Alamat dan Rute Menuju Wisata Kampung Cina Manado

Kawasan Kampung Cina Manado berada di Jalan D. I. Panjaitan Nomor 48-6, Kelurahan Calaca, Kecamatan Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Dikarenakan terletak di tengah tengah kota, sehingga sangat mudah untuk menjangkaunya. Apabila Anda ingin menikmati beragam bangunan tua dengan arsitekturnya yang masih asli, maka kawasan ini menjadi pilihan tepat.
Untuk menjangkaunya pun sangat mudah, karena bisa menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Destinasi wisata bersejarah ini pula sangat dekat dengan Pasar 45 Kota Manado. Apabila Anda susah menemukan lokasi Kampung Cina ini, maka cara terbaik ialah dengan menanyakannya pada warga sekitar yang berada di Pasar 45 tersebut.
Mengingat Kampung Cina di Manado merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di Sulawesi Utara, namun lokasi ini tetap menjadi favorit para wisatawan. Apalagi disaat perayaan Cina, kawasan Kampung Cina di Kota Manado ini pastinya akan dipenuhi dengan berbagai para pelancong. Bahkan terkadang ada pengunjung mancanegara yang rela datang hanya untuk menikmati perayaan di kawasan ini.