Sudahkah kalian mengenal pakaian adat dari Sulawesi Utara ? Pakaian khas daerah dengan ibu kota Manado ini, memiliki corak dan model yang berbeda jika dibandingkan dengan pakaian Sulawesi lainnya. Dengan ragam pakaian adat yang beragam ini, semakin memperkaya budaya dan adat daerah dari Negara Indonesia. Busana adat dari Manado ini, tentunya menarik untuk diketahui. Yuk simak 5 pakaian adat asal Sulawesi Utara, pada ulasannya berikut.
1. Pakaian Tradisional Gorontalo

Pakaian adat tradisional Gorontalo, memiliki bahan dasar kapas mentah yang telah dipintal menjadi benang. Untuk kaum wanita, pakaian ini memiliki ciri dari bentuk kebaya tanpa motif dilengkapi dengan sarung pada bagian bawahnya. Aksesoris tambahan untuk pakaian tradisional Gorontalo cukup menarik seperti gelang padeta, ikat pinggang, dan bisa menggunakan Baya Lo Boute yaitu ikat kepala untuk rambut wanita.
Pakaian wanita ini dinamakan dengan Biliu, dimana bajunya sering berwarna antara hijau dan kuning. Beberapa perhiasan yang dikenakan oleh kaum wanita, melambangkan beberapa arti. Seperti Kecubu yang dikenakan di dada, melambangkan sifat yang kuat ketika menghadapi masalah. Serta aksesoris Lai-Lai yang dikenakan pada ubun ubun kepala melambangkan kesucian dan keberanian.
Jika pakaian wanita disebut dengan Biliu, maka warga Gorontalo akan menggunakan adat Makuta untuk pakaian laki-laki. Pakaian ini dilengkapi dengan pakaian berlengan pendek, dan ditambah dengan aksesoris tudung Makuta. Umumnya, pakaian adat asal Gorontalo ini, sering digunakan saat pernikahan.
Saat akad nikah, maka pakaian pengantin Gorontalo disebut dengan pakaian adat Gorontalo Walimono dan Payungga. Pada pakaian pengantin Gorontalo untuk wanita yang disebut dengan Biliu yang memiliki arti “diangkat”. Pakaian adat Biliu ini digunakan saat pegantin wanita bersanding dengan mempelai pria di tempat pelaminan atau puade.
2. Pakaian Tradisional Minahasa Bajang

Jika kita berbicara tentang pakaian asli Sulawesi Utara, maka kita tidak bisa beralih dari Suku Minahasa. Suku ini mendiami wilayah di sekitar semenanjung Sulawesi Utara, sehingga Suku Minahasa memiliki pakaian adat yang khas dari Sulawesi Utara. Pada zamannya, suku ini memang terkenal dengan peradaban yang lebih maju jika dibandingkan dari suku lainnya.
Kemajuan dari Suku Minahasa dibuktikan dengan kemampuan warganya, dalam memintal kapas untuk dijadikan kain. Dari kegiatan tersebut, warga Minahasa berhasil menenun dan membuat kain yang nyaman untuk digunakan sehari – hari. Hasil dari kain itulah, yang dinamakan dengan nama Bajang.
Ciri dari pakaian Minahasa Bajang adalah, sebuah busana dengan bawahan berupa sarung. Dilengkapi dengan dasi dan destar penutup kepala, yang berbentuk segitiga. Untuk kaum perempuan, maka lebih sering menggunakan kebaya dan kain bagian bawah berwana sama atau yapon. Kaum perempuan juga sering memberikan hiasan pada sanggul rambut, leher, llengan, hingga telinga.
3. Pakaian Tradisional Tonaas Wangko dan Walian Wangko

Kedua pakaian ini adalah pakaian pembuka adat, yang didominasi dengan warna hitam. Pakaian Tonaas Wangko adalah sebuah kemeja berlengan panjang, yang memiliki kerah tinggi berkancing dan tanpa memiliki saku. Pada bagian kemejanya, dihiasi dengan motif bunga padi, motif ini terletak pada leher baju dan sepanjang ujung baju bagian depan.
Jika kain dari pakaian Tonaas Wangko didominasi dengan warna hitam, maka yang membuat pakaian ini semakin cantik adalah warna kuning keemasan pada bagian motifnya. Untuk melengkapi penampilan, umumnya pakaian Tonaas Wangko ini dikenakan bersama dengan topi berwana merah. Bagian topi juga terdapat ukiran motif padu kuning keemasan, sehingga menyatukan seluruh penampilan.
Sedangkan pada pakaian Walian Wangko, merupakan pakaian adat yang dimodifikasi dari Tonaas Wangko. Secara umum, kedua pakaian ini cukup mirip, hanya saja Walian Wangko lebih panjang layaknya jubah atau gamis. Pakaian adat Walian Wangko terdiri dari kemeja berwarna putih, yang juga dihiasi oleh corak bunga padi.
Untuk kaum wanita, Suku Tonaas Wangko akan mengenakan kebaya panjang berwarna putih atau ungu. Untuk pelengkapnya, maka pakaian Tonaas Wangko yang dikenakan kaum wanita ini akan digunakan bersamaan dengan kain sarung batik berwana hitam. Kaum wanita juga memiliki topi mahkota, serta tambahan aksesoris seperti selempang atau kalung leher.
4. Pakaian Tradisional Sangihe Talaud

Pakaian tradisional ini berasal dari Suku Sangihe Talaud, dan sering digunakan saat upacara Tulude. Pakaian adat khas Sangihe ini, terbuat dari serta kofo atau serat tanaman pisang terkuat. Serat ini kemudian di tenun dan dipintal untuk menjadi selembar pakaian yang dikenal dengan busan Laku Tepu. Umumnya pakaian ini berwarna dasar merah, hijau, atau kuning.
Laku Tepi adalah jenis pakaian yang berlengan panjang, dengan untaiannya menjulur hingga ke tumit. Pakaian ini dikenakan bersamaan dengan aksesoris lainnya seperti popehe atau ikat pinggang, bandang atau selendang di bahu, paporong atau penutup kepala, dan kahiwu yang merupakan rok rumbai. Baik pria maupun wanita, bisa menggunakan perlengkapan aksesoris tersebut.
Busana adat warga Sangihe ini dibedakan menjadi tiga ranah yaitu busana adat untuk pemerintahan, busana adat untuk pernikahan, serta busana adat untuk ritual. Dalam lingkup pemerintahan menggunakan warna biru, merah, dan kuning. Untuk lingkup pernikahan, terdapat perbedaan pada aksesoris kepalanya yang mengenakan sunting topo-topo. Sedangkan untuk ritual, umumnya berwana merah atau ungu yang dilengkapi dengan selendang.
5. Pakaian Tradisional Bolaang Mongondow

Bolaang Mongondow adalah salah satu Suku di Sulawesi Utara, yang pernah membentuk kerajaan pada zaman dahulu. Dengan kemajuan budaya pada Bolaang Mongondow, membuat suku ini memiliki aneka ragam jenis pakaian adat Sulawesi Utara. Bahkan pakaian khas ini pun menjadi warisan budaya hingga saat ini.
Busana Suku Bolaang Mongondow adalah sebuah pakaian kulit kayu atau pelepah nenas, yang diambil dan diolah seratnya. Serat kayu tersebut diberi nama Lanut oleh warga sekitar, kain ini ditenun dan dibuat menjadi kain. Kemudian serat yang telah menjadi kain dijahit, untuk menjadi busana sehari-hari dari masyarakat Suku Bolaang Mangondow.
Jika dilihat dari modelnya, busana adat Bolaang Mongondow ini mendapat pengaruh dari budaya Melayu. Untuk kaum wanita, akan terdiri dari kain dan kebaya atau salu. Sedangkan untuk kaum pria terdiri dari ikat kepala, baniang atau baju, celana, serta sarung. Bagi bangsawan, aksesoris yang dinekana pun menjadi lebih mewah, seperti berwarna emas atau merah mencolok.
Busana Bolaang Mongondow ini, sangat berkaitan dengan latar belakang kehidupan masyarakat pada masa lalu. Struktur masyarakat yang bernuansa kerajaan membuat stratifikasi sosial yang tegas, busana adat lah yang membedakan perbedaan status sosialnya. Dahulu busana adat ini hanya dikenakan pada kesempatan tertentu, namun seiring berkembangnya zaman kini kita bisa mengenakan busana Bolaang Mongondow hampir pada seluruh kesempatan.
Indonesia menjadi negara dengan kaya adat dan budaya yang berlimpah, tak terkecuali dengan Sulawesi Utara. Salah satu Provinsi di Sulawesi ini, memiliki begitu banyak jenis pakaian adat yang bernilai sangat tinggi. Bahkan setiap pakaian tradisional nya, memiliki arti dan sejarah yang mengagumkan. Untuk mempertahankan gelar kekayaan adat dan budaya, hendaknya kita sebagai generasi selanjutnya tetap melestarikan budaya – budaya dalam negeri.