Wakatobi memiliki banyak destinasi wisata bahari yang menarik dan kuliner yang lezat. Inilah deretan oleh-oleh khas dari Wakatobi yang memiliki nilai seni yang tinggi.
Berbicara mengenai Sulawesi yang terkenal akan keindahan lautnya, maka Wakatobi adalah bagian dari keindahan itu. Wakatobi adalah pulau yang memiliki destinasi wisata laut yang sangat indah, bahkan sampai mendunia. Oleh-oleh khasnya pun menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke pulau tersebut.
Seperti pada umumnya, Wakatobi pun memiliki oleh-oleh yang beragam mulai dari kuliner hingga bentuk barang atau souvenir. Banyak para wisatawan yang datang kesana untuk berburu kuliner tradisional yang terkenal lezat atau ingin membawa pulang kerajinan khas Wakatobi. Bahkan kuliner khas dari Wakatobi ini bisa membuat ketagihan makan bagi para wisatawan.
Ketika Anda berlibur ke Wakatobi, mungkin Anda ingin keluarga di rumah merasakan sensai lezatnya kuliner Wakatobi. Bahkan, Anda ingin memperlihatkan keindahan dari kerajinan tangannya. Maka dari itu, disini akan dijelaskan daftar oleh-oleh khas Wakatobi yang wajib Anda bawa pulang ketika berlibur kesana.
1. Kain Tenun Wakatobi
Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kerajinan tangan khas dari daerah masing-masing baik itu kain batik, kain tenun dan hasil kerajinan lainnya. Wakatobi pun memiliki kain tenun khas yang dibuat warga sebagai warisan budaya. Hingga kini, kain tenun Wakatobi masih terjaga keindahannya oleh para pengrajin yang masih memproduksinya secara tradisional.
Salah satu desa tertua penghasil kain tenun ini adalah Desa Pajam. Sejak dahulu kala, para wanita di Desa Pajam diajarkan menenun untuk mewarisi tradisi turun-temurun ini. Ciri khas dari kain tenun ini yaitu adanya pola garis-garis dengan warna yang beragam. Motif bergaris biasa digunakan para wanita. Untuk pria, umumnya memakai motif kotak-kotak.
Terdapat tiga tahapan dalam pembuatan kain tenun ini. Tahap pertama adalah purunga, yaitu proses menggulung benang. Tahap selanjutnya yaitu “oruri” atau menggulung benang diatas papan. Tahap terakhir adalah proses menenun benang hingga menjadi selembar kain. Kain tenun ini banyak diproduksi juga dalam bentuk sarung.
Saat ini, kain tenun Wakatobi sudah mengalami banyak modifikasi dikarenakan adanya penggunaan warna metalik. Warna metalik seperti merah, hijau, biru, perak dan emas digunakan supaya ketika terkena cahaya hasilnya lebih mengkilap.
Kain tenun Wakatobi biasanya digunakan masyarakat setempat dalam acara-acara adat. Namun, ada sebuah desa bernama Desa Liya Togo yang mewajibkan masyarakat serta tamu yang berkunjung kesana memakai kain tenun ini. Beberapa kain tenun yang dijual sebagai souvenir bagi para wisatawan dengan harga mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
2. Kopi Monimpala
Kopi monimpala adalah kopi khas Wakatobi yang sudah ada sejak zaman dahulu. Kopi monimpala sendiri adalah kopi jenis robusta. Dahulu, orang-orang di Wakatobi berharap agar kopi monimpala ini tidak punah dan terus ada. Kopi monimpala dahulu sempat tumbuh subur di daerah ini.
Masyarakat Wakatobi dahulu menanam kopi mereka, memetiknya sendiri, dan mengolahnya secara tradisional. Kopi monimpala dahulu dapat dinikmati masyarakat dari masa ke masa. Seiring perkembangan zaman, tradisi ini pun hilang. Penyebab hilangnya tradisi ini dikarenakan banyaknya kopi-kopi instan yang mulai masuk dan beredar di Wakatobi.
Kini Wakatobi pun memproduksi kopi monimpala modern yang dapat dibeli oleh para wisatawan saat berkunjung kesana. Kopi monimpala ini diproduksi untuk masyarakat Wakatobi yang merindukan rasa nikmat dari kopi nenek moyang mereka.
3. Karasi
Karasi adalah oleh-oleh khas Wakatobi berupa kue. Kue karasi ini memiliki bahan dasar tepung beras. Cara pembuatannya yaitu dengan membuat adonan dari tepung beras, dicetak, kemudian digoreng. Karasi merupakan warisan kuliner dari leluhur yang masih terpelihara hingga saat ini.
Karasi adalah cerminan dari bentuk kesederhanaan masyarakat pada saat itu. Karasi biasanya disajikan dalam acara lebaran, sunatan, pernikahan, dan kematian. Kini karasi dijadikan oleh-oleh bagi para wisatawan atau bagi keluarga maupun teman yang berada di perantauan.
Dahulu sebelum ada tepung beras dan gula pasir, masyarakat sekitar membuat karasi dari jagung dan gula merah cair. Seiring berkembangnya zaman, bahan utama jagung pun diganti dengan beras yang ditumbuk halus. Dan kini menjadi tepung beras dengan penggantian gula menjadi gula pasir.
Kini karasi tersedia dalam tiga belas bentuk, yaitu :
- Sisi komba, berbentuk seperti bulan sabit.
- Korolipa, berbentuk persegi panjang.
- Epu-epu, berbentuk seperti lingkaran yang dibagi dua.
- Dai tangkora, berbentuk jajaran genjang.
- Korobata, bentuknya seperti korolipa namun agak sedikit dilipat.
- Lulubala, berbentuk seperti kue dadar yang digulung.
- Fengke, berbentuk seperti paha manusia.
- Kap’a pa’a, berbentuk seperti bintang laut.
- Tangaba, berbentuk seperti bulu babi laut.
- Kulu-kulu, berbentuk seperti perangkap ikan.
- Koro sampalu, berbentuk seperti buah asam jawa.
- Tangaba, berbentuk seperti mangkuk terbalik.
- Tolo pigu, berbentuk seperti segitiga sama kaki.
4. Kambalu
Sebagai negara yang kaya akan lautnya, Indonesia dipastikan mempunya budaya khas pesisir. Contohnya adalah kambalu khas Wakatobi ini yang bisa dijadikan pengganti nasi. Kambalu sendiri berbahan dasar talas. Tampilan bentuk dari kambalu ini sangat unik karena talas dibungkus oleh daun kelapa muda.
Cara pembuatannya, talas dihaluskan terlebih dahulu. Bahan lain yang diperlukan yaitu minyak goreng, santan, dan bawang goreng. Semua bahan dicampur dan diaduk sampai rata. Kemudian adonan dimasukkan kedalam bungkus dari daun kelapa dan diikat. Daun diolesi minyak terlebih dahulu sebelum digunakan agar tidak lengket.
Masukan kambali ke dalam air mendidih selama setengah jam hingga satu jam. Rebus adonan hingga warna daun kelapa berubah menjadi cokelat. Kambalu kemudian diangkat dan siap disajikan.
Masyarakat Wakatobi sendiri biasanya menikmati kambalu dengan lauk yang disebut “helo asira”. Helo asira yaitu makanan yang terbuat dari kelapa muda. Bahan pelengkap lainnya yaitu ayam kampung bakar, kelapa sangrai, daun kedondong, bawang merah, dan garam.
5. Gule-Gule Wakatobi
Gule-gule wakatobi adalah cemilan khas yang sering dihidangkan di acara acara adat seperti pernikahan. Pada zaman dahulu, gule merupakan makanan yang hanya disajikan bagi keluarga kerajaan. Kini berbagai kalangan masyarakat dapat menikmati gule-gule ini. Gule sendiri adalah makanan khas yang memiliki bahan dasar umbi-umbian.
Dahulu gule biasa disajikan untuk para tamu kerajaan. Bentuk dari setiap gule memiliki arti filosofi masing-masing. Bagi masyarakat sekitar, gule juga mempunyai nilai mistis tersendiri. Namun, ukiran seninya adalah bukti kreativitas dari masyarakat lokal disana.
Bahan pembuatan gule yaitu adonan yang berasal dari umbi kayu. Umbi kayu diparut dan didiamkan selama seminggu hingga mengering. Adonan tersebut akan mengeras dan dilembutkan menjadi tepung. Adonan kemudian dicampur dengan air dan terigu agar mudah dibentuk.
Gule yang telah dibentuk pun digoreng dalam minyak panas. Cara memasak gule sendiri tidak menggunakan kompor gas maupun kompor biasa. Gule dimasak memakai tungku agar cita rasanya tetap terjaga. Gule sendiri memiliki banyak bentuk, diantaranya Londe, Supeda, Silimpa, dan Bae Muntu Puru.
Gule adalah makanan tradisional sebagai salah satu harta yang wajib dijaga kelestariannya. Gule bisa dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan karena bisa bertahan hingga sebulan lamanya. Makanan ini bisa dibawa pulang untuk keluarga di rumah.
6. Luluta
Masyarakat Wakatobi selain dikenal pintar membuat parang, mereka juga dikenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka berlayar antar pulau, bahkan antar negara selama berhari-hari lamanya. Mereka mengarungi lautan dengan tujuan perdagangan. Mereka membutuhkan bekal yang tidak mudah basi selama perjalanan, diantarnya yaitu luluta.
Luluta adalah makanan khas Wakatobi yang bisa bertahan cukup lama. Di daerah lain luluta biasa disebut dengan nasi bambu. Bahan utama untuk pembuatan luluta yaitu beras ketan, beras putih atau beras merah sesuai selera. Selain itu, diperlukan juga potongan bambu hutan dan daun pisang muda.
Cara pembuatannya sendiri yaitu secara tradisional. Beras sebanyak satu liter disimpan dibaskom dan dicuci berulang-ulang sampai bersih. Kemudian beras ditiriskan. Sambil menunggu, potong ruas bambu bagian atas untuk memasukkan beras. Jangan potong bagian bawah ruas bambu. Cuci dengan bersih bagian dalam bambu.
Bungkus beras yang telah kering dengan daun pisang, kemudian masukkan ke dalam bambu. Bagian ujung bambu ditutup rapat dengan daun pisang. Setelah selesai, buatlah tempat pembakaran bambu luluta. Pembakaran ini tidak memerlukan kayu. Bambu luluta dibakar dalam bara api. Bambu dibolak-balik agar terpanggang secara merata.
Setelah matang, angkat dan diamkan luluta hingga dingin. Belah bambu luluta, kemudian potong-potong luluta diatas piring. Luluta siap dihidangkan.
Makanan khas Wakatobi yang bertahan lama cocok dijadikan oleh-oleh untuk keluarga di rumah ketika liburan. Kerajinan tangannya pun dapat Anda beli berupa sarung, dompet, atau dalam bentuk murni kain khas sebagai kenang-kenangan dari daerah ini. Tidak lupa dengan harum kopi khasnya yang tidak akan Anda temukan di daerah lain.