Rumah Bubungan Tinggi di Banjar menggambarkan pesona arsitektur tradisional yang khas, menawarkan pengalaman hunian yang unik dengan atap tinggi yang elegan dan sentuhan budaya yang kaya.
Warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia memang begitu kaya. Semuanya tidak luput dari peranan masing masing suku yang memberikan coraknya. Begitu juga dengan suku Banjar yang memperlihatkan kebudayaannya melalui rumah adatnya.
Rumah adat Bubungan Tinggi merupakan rumah adat yang paling dikenal diantara banyaknya rumah tradisional dari suku banjar. Untuk mengetahui rumah bubungan tinggi lebih dalam, yuk simak ulasan berikut ini.
Rumah Bubungan Tinggi Khas Suku Banjar
Rumah adat bumbungan tinggi merupakan salah satu dari sekian banyak rumah adat yang dimiliki oleh suku Banjar. Dari banyaknya rumah rumahnya yang khas suku Banjar, Bumbungan Tinggi ini merupakan yang paling populer.
Dinamakan sebagai bumbungan tinggi dikarenakan memiliki bagian atap pelana yang tinggi dan juga berbentuk lancip. Bentuk segitiga yang lancip ke atas ini memiliki sudut sekitar 45 derajat.
Awalnya rumah adat ini hanya dibangun dengan konstruksi yang berbentuk segi empat yang memanjang ke bagian depan. Hingga akhirnya berkembang hingga ada bangunan pada bagian kiri serta kanan sedikit ke belakang yang disumbi.
Dimana ruangan tambahan ini memiliki ukuran yang sama antara kanan dan kirinya. Bangunan tambahan ini dalam bahasa Banjar dinamakan dengan Pisang Sasikat dan dibuat menganjur keluar.
Sementara untuk bangunan tambahan yang berada kanan dan kiri dinamakan dengan anjung. Inilah yang menjadikan rumah adat suku Banjar ini diberi nama rumah Baanjung.
Ada satu rumah khas Suku Banjar yang berdekatan letakknya dan juga mirip secara bangunan disebut dengan rumah Gajah Baliku. Namun meskipun dibilang mirip namun kedua ruangan ini memiliki perbedaan dan keunikan masing masing.
Di masa kerajaan Banjar, rumah Bubungan ini hanya diperuntukkan untuk bangsawan maupun raja yang menjabat saat masa kesultanan tersebut. Namun para pedagang kaya juga bisa membangun rumah ini setelah kerajaan Banjar jatuh di tahun 1860.
Rumah Bubungan Tinggi ini diperkirakan berdiri pada tahun 1867 M. Dimana rumah ini dibangun oleh saudagar kaya di masanya bernama H. Muhammada Arif.
Pada saat masa perebutan kemerdakaan, rumah ini dijaikan sebagai markas dan juga tempat latihan bagi para pejuang kemerdekaan. Setelah masa kemerdekaan iini berakhir, rumah Bubungan Tinggi mulai ditinggalkan oleh para penghuninya.
Sehingga bisa dikatakan jika rumah ini juga sebagai saksi bisa perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdakaan. Hingga kini rumah Bubungan Tinggi ini bisa anda temui di sebuah desa di Kalimantan Selatan.
Deskripsi Bangunan dan Pembagian Ruang
Rumah adat ini memiliki panjang sekitar 35,49 m dan juga lebarnya 14 m. Bangunan ini dibagi menjadi bagian jika secara morfologi. Tiga bagian tersebut adalah bagian kaki, bagian atap dan bagian badannya. Bagian kaki adalah bagian yang berupa tiang tiang utama yang nantinya menyokong bangunan.
Terdapat tiang utama dan juga tiang penyangga agar bisa menyangga rumah untuk berdiri kokoh. Dan di dalam rumah adat ini juga dibagi menjadi beberapa ruangan.
Secara umum pembagian ruangannya dikelompokkan menjadi 4 bagian yakni kelompok ruang pelataran, ruang tamu, ruang tinggal dan juga ruang pelayanan. Masing masing ruang ini tentunya memiliki fungsi sendiri sendiri.
Dalam ruang pelataran terdapat 3 ruangan yang terdiri dari surambi muka, surambi sambutan dan lapangan pemedangan atau pelataran dalam. Surambi merupakan penyebutan untuk pelataran yang ada di dalam rumah.
Untuk ruang tamunya sendiri dibagi ke dalam ruangan untuk publik dan juga untuk semi publik. Dimana di dalam ruang tamu ini juga dibagi ke dalam pembagian ruang mulai dari ruang antara atau pacira, panampik kecil atau ruang tamu, panampik tengah atau ruang tamu tengah serta panampik besar atau ruang tamu utama.
Panampik kecil merupakan ruangan kecil yang letaknnya di dekat pintu masuk dengan lantai yang lebih tinggi dari lantai teras.
Dimana lantai pada panampik kecil ini disebut denga Watun Sambungan. Untuk Panimpik tengah merupakan ruang yang letaknnya di belakang panampik kecil dan lebih luas. Lantai yang digunakan lebih luas dan juga lebar dibandingkan dengan panampik kecil yang disebut Watun Jajakan.
Ruang selanjutnya merupakan kelompok ruang tinggal yang menjadi area privat. Dimana kamar kamarnya dibagi menjadi 3 ruangan untuk kamar tidurnya.
Sementara untuk yang selanjutnya adalah ruang pelayanan yang dibagi menjadi empat. Terdapat ruang makan, dapur, ruan penyimpanan dan juga pelataran belakang. Pada ruangan ini akan dipisahkan dengan dinding yang terbuat dari kayu yang disebut dengan Tawing.
Tawing ini sendiri juga dibagi menjadi beberapa dinding yakni dinding muka, dinding pembatas dapur dan dinding pembatas dalam.
Ornamen Dalam Rumah Adat Bubungan Tinggi
Selain memiliki pembagian ruang yang unik, ornamen untuk memperindah rumah ini juga sangat menarik. Ornamen yang berupa ukiran ini dihadirkan pada bagian tertentu seperti tangga, tataban, pilis dan juga tiang.
Untuk pengambaran ornamen ini memiliki motif flora dan fauna serta motif geometris. Flora yang diambil dalam ornamennya adalah bunga melati yang cukup banyak ditemukan.
Pengambilan motif melati ini tentunya bukanlah tanpa makna, makna melati ini mengambarkan agama Islam pada saat itu. Meskipun kecil tapi melati memberikan keharuman yang menyeruak ke sekitarnya.
Melatinya juga diukir dengan saling berhubungan yang menyimbolkan agar setiap orang tetap hidup rukun meskipun terdapat perbedaan. Bunga melatinya juga ditampilkan secara lengkap baik bunga maupun batangnya.
Selain melati juga terdapat motif fauna dalam rumah tradisional satu ini yang biasanya diletakkan di bagian atas bangunan. Motif binatang yang ditemukan adalah burung enggang dan juga naga yang diukir dengan distilir motif floral.
Sementara untuk motif geometris diambil dari bentuk bentauk yang dasar seperti lingkaran, segita dan juga segi empat. Ada juga rumah bubungan yang didalamnya digambarkan dengan ornamen berupa kaligrafi.
Filosofi Rumah Bubungan Tinggi
Pembangunan rumah ini tidak hanya untuk ditinggali saja, namun juga melambangkan makna tertentu. Pada rumah tradisionalini mengambarkan mikrokosmos dan makrokosmos yang sangat besar. Seakan akan penghuninya tinggal di dunia tengah, karena rumah adat ini modelnya rumah panggung yang menjadi dunia bawah.
Dan atap bumbungannya diibaratkan menjadi dunia atas yang juga berpadu dengan dunia bawah. Denah rumah ini juga bisa dikatakan sebagai Cacak Burung meskipun dari atas terlihat tanda plus. Namun jika dilihat dari arah depan ke belakang dan dari arah kanan ke arah kiri maka akan terlihat.
Denah ini dianggap sakral mengingat setiap ruangan juga di bagi bagi dan diibaratkan sebagai pemisah setiap poros. Dengan denah ini, menjadikan rumah Banjar ini memiliki ruangan utama yang disebut dengan Ruang Palidangan.
Keunikan dari rumah kebanggaan suku Banjar ini bisa dilihat dari banyak hal. Mulai dari bangunan fisiknya, pembagian ruang hingga ornamennya.
Menjadikan rumah adat ini memiliki nilai seni yang tinggi dan juga penuh makna. Menunjukkan bagaimana masyarakat suku Banjar sangat menjujung tinggi keindahan dan budayanya. Kini selain menjadi warisan budaya, rumah adat ini juga bisa dikunjungi untuk wisata.