Merupakan pusat kerajinan batik khas Kalimantan Selatan, Kampung Sasirangan menawarkan pengalaman mendalam dalam mengenal dan mempelajari seni batik tradisional yang kaya akan warisan budaya.
Harga Tiket: Gratis, Jam Operasional: 24 Jam, Alamat: Jl. Sungai Jingah, Sungai Jingah, Kec. Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Map: Cek Lokasi |
Berkunjung ke Kalimantan Selatan akan terasa kurang puas jika tidak membawa oleh-oleh. Salah satu buah tangan dari Kalsel yang bisa anda bawa adalah Sasirangan.
Sasirangan merupakan pakaian tradisional khas Kalimantan Selatan. Penasaran dengan sasirangan? Anda bisa mengunjungi kampung Sasirangan yang terdapat di Kota Banjarmasin. Yuk intip keunikan dari kampung ini sebagai salah satu pusat batik di Kalimantan Selatan.
1. Hal yang Menarik di Kampung Sasirangan
Destinasi wisata ini merupakan pusat perbelanjaan kain tradisional yang ada di Kalimantan Selatan. Di tempat ini, para wisatawan dapat membeli kain sasirangan baik dalam bentuk kain, dompet hingga aksesoris. Pada akhir tahun 2016, kampung ini telah dicat warna warni. Bahkan Walikota Kota Banjarmasin sudah bertekad untuk menjadikan kampung ini sebagai ikon wisata.
Cara berkunjung ke tempat ini sangat mudah, karena lokasinya yang berada di Banjarmasin. Kampung Sasirangan cukup ramai, terutama pada saat hari libur. Jika dari terminal induk di Pasar Sentra Antasari jurusan Pasar Lama, maka anda bisa naik angkot dan turun di lampu merah dekat dengan pasar. selanjutnya, anda bisa berjalan kaki menuju ke Kampung Sasirangan, karena letaknya yang memang dekat dengan Pasar lama.
2. Kain Sasirangan yang Kini Populer
Sasirangan sendiri berasal dari kata sirang yang artinya diikat. Kain dengan motif ini juga sering dikenal dengan kain calapan atau celupan. Dinamakan demikian, karena cara membuat kain ini dengan cara diikat kemudian diwarnai dengan dicelupkan pada cairan warna. Kain putih akan diikat secara mengikuti motif yang telah ditentukan dengan jahitan juluran sebelumnya.
Dulu kain ini digunakan dalam upacara adat suku daerah Banjar. Kain sasirangan terdiri dari beberapa bentuk diantaranya bentuk laung (ikat kepala), bentuk kakamban (kerudung), dan tapih bumin (kain sarung). Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kain ini digunakan sebagai pakaian sehari hari. Tidak hanya digunakan sebagai busana pria dan wanita, sasirangan juga digunakan untuk seragam sekolah dan seragam untuk pegawai kantor pemerintah.
3. Sejarah Singkat Kain Sasirangan
Sejarah lahirnya kampung Sasirangan, tidak pernah terlepas dari tradisi yang sudah diturun temurunkan oleh nenek moyang. Kain ini diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan. Bahkan kain tersebut juga digunakan sebagai media pengobatan di masyarakat. Dulunya, sasirangan dijadikan sebagai ikat kepala untuk mengobati rasa sakit kepala dan juga sebagai ayunan jika anak kecil suka menangis atau rewel.
Pemberian warna pada kain ini tidak bisa sembarangan, dan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari pemesan. Misalnya ketika digunakan untuk mengobati penyakit kuning, maka sasirangan dibuat dengan menggunakan warna kuning, Sedangkan untuk pengobatan penyakit lumpuh atau stroke, maka warna yang dipilih adalah hijau. Jika untuk mengobati penyakit gatal, maka sasirangan dibuat dengan warna hitam. Lalu untuk penyakit perut, maka sasirangan dibuat dengan warna ungu.
Jika penyakit yang diobati adalah penyakit kejiwaan maka sasirangan dibuat dengan warna coklat. Warna warna ini dibuat dari bahan alami. Dimana untuk warna kuning menggunakan kunyit atau temulawak, warna hijau menggunakan daun pundak atau jahe, sedangkan warna ungu menggunakan biji buah Gandaria, dan warna cokelat terbuat dari kulit rambutan.
4. Kain Sasirangan yang Pertama Kali Dibuat
Berdasarkan sejarah pada abad XII sampai abad ke XIV tepatnya pada masa kerajaan Dipa, di Kalimantan Selatan, masyarakatnya sudah mengenal batik sandang yang disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan nama Kain Sasirangan. Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, kain sasirangan yang pertama dibuat yaitu ketika Patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu. Setelah mendekati akhir tapanya, rakit Patih tiba di daerah Rantau kota Bagantung.
Beliau melihat seonggok buih dan dari dalam buih dengan suara wanita di dalamnya. Ternyata wanita tersebut adalah Putri Junjung Buih, yang nantinya menjadi Raja di Benua Kalimantan. Tetapi sang putri mau muncul jika syarat-syarat yang diminta terpenuhi, yaitu sebuah istana Batung yang dibangun hanya dalam waktu sehari dan kain yang ditenun dan diwarnai oleh 40 orang putri dengan motif wadi dapat selesai sehari. Kain inilah yang diyakini sebagai sasirangan yang pertama.
5. Proses Produksi yang Cukup Rumit
Proses produksi dari kain ini terbilang cukup rumit. Pasalnya tidak hanya prosesnya yang rumit, waktu yang dibutuhkan untuk membuat sasirangan juga cukup panjang. Langkah pertama yaitu menyiapkan kain putih yang kemudian dibuat pola sesuai dengan motifnya. Selanjutnya, kain dijahit sesuai dengan pola dan dikerut. Dalam melakukan proses ini dibutuhkan tingkat kesabaran dan ketelitian yang cukup tinggi.
Langkah ketiga yaitu mewarnai, dimana ada yang langsung dicelup dengan satu warna. Namun ada juga yang menggunakan motif dua warna ataupun lebih. Setelah semua warna kering, maka jahitan jelujur dilepas. Selanjutnya, kain dicuci hingga tidak ada warna lagi saat kain dicelupkan di air. Kemudian, kain dijemur namun tidak secara langsung di bawah sinar matahari.
Setelah itu, kain yang kering dirapikan dengan menggunakan setrika. Maka setelah selesai, kain dilipat dan dijual atau dibuat produk baru. Meskipun saat ini sudah ada kain sasirangan produksi printing yang lebih praktis dalam pembuatannya. Namun, masih banyak dilakukan produksi secara manual. Bahkan wisatawan dari luar negeri lebih menyukai produk yang masih menggunakan cara tradisional ini.
6. Beragam Motif Pada Kain Sasirangan
Motif pada kain saringan terdiri dari motif tradisional dan motif kontemporer. Motif tradisional dinilai memiliki makna filosofis sendiri. Adapun motif tradisional ini terdiri dari iris pudak, kambang kacang, kulat karikit, bayam raja hingga ombak sinapur karang. Ada juga motif Bintang Bahambur, Sari Gading, Kulit Kayu, Jajumputan, Turun Dayang, Naga Balimbur, Kambang Tampuk Manggis, Daun Jaruju, Kambang Tanjung, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling.
Sedangkan hadirnya motif kontemporer dipelopori dengan tujuan untuk memperbanyak motif pada kain sasirangan. Dengan demikian, kain sasirangan dapat memenuhi selera pasar. Selain itu hadirnya motif kontemporer juga menjadi kekhasan dari masing masing pengrajin. Contoh motif kontemporer diantaranya bentuk rumah banjar, namun ada juga pembeli yang memesan kain sasirangan dan menginginkan desain tersendiri.
Banyak produk yang dibuat dari kain sasirangan. Hal inilah yang membuat kain ini masih tetap eksis hingga saat ini. Di Kampung ini terdapat banyak toko yang menjual berbagai varian kain sasirangan, Harga kain sasirangan dibanderol mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Sedangkan untuk kain sasirangan yang terbuat dari sutera asli dibanderol lebih mahal, jika dibandingkan dengan sasirangan yang terbuat dari kain katun.
Kampung Sasirangan menjual berbagai produk yang terbuat dari kain sasirangan. Beberapa diantaranya kebaya, corden, selendang, taplak meja, sprei, hingga sapu tangan. Pembeli juga bisa membeli kain sasirangan untuk dijadikan sebagai baju sendiri. Kampung ini sangat mudah ditemukan, karena letaknya memang tak jauh dari Pasar Lama. Ada berbagai bahan kain yang bisa dipilih mulai dari kain katun hingga kain sutera.